Slider[Style1]

Index :. Berita Terbaru

VIEW ALL

Lumbung Pangan

Lumbung Energi

Pendidikan, Kesehatan & Olahraga

Ekonomi Religi Budaya


Bojonegoro - Abad ke-19 merupakan momentum penting bagi  perkembangan waduk di Indonesia. Pembangunan waduk di Jawa semakin meningkat sejak diterapkan Sistem Tanam Paksa pada tahun 1830 tanaman tebu menjadi salah satu komoditi yang wajib ditanam oleh rakyat dan gula mendapat tempat yang sangat bergengsi di Hindia-Belanda. Penanaman tebu di daerah Jawa Timur yaitu Pasuruan, Surabaya dan Besuki.  

Meskipun begitu di Bojonegoro selatan tepatnya di daerah Kapas, Ngasem dan Kedungadem terdapat perkebunan tebu sebagai komoditi wajib yang harus ditanam oleh rakyat. Didaerah tersebut gula mendapat tempat yang sangat bergengsi, terbukti dalam tahun 1928 menghasilkan 1/6 dari seluruh  penerimaan gula yang ada di Jawa Timur.



Selain itu di Bojonegoro terdapat komoditi andalan untuk tanam paksa yaitu tembakau jenis virginia. Musim kemarau panjang tahun 1905-1906 di daerah Jawa Timur menyebabkan kerugian yang besar  bagi pemerintah Hindia Belanda. Pemasukan kas  pemerintah Hindia Belanda berkurang disebabkan banyak lahan pertanian padi mengalami gagal panen.

Distrik terdekat yakni Bojonegoro, terganggu oleh kekeringan  pada bulan Februari dan Maret tahun 1905 yang menyebabkan kerusakan yang cukup parah terhadap  panen padi. Atas permintaan residen Fraenkel pada tanggal 18 April tahun 1905 memberikan bantuan 30.000 gulden untuk membeli dan mendistribusikan benih  jagung.



Namun tanaman jagung hasilnya juga kurang  baik karena musim kemarau panjang belum selesai di Bojonegoro. Kondisi lahan sangat kering pada bulan Juli tahun 1905 sehingga hasilnya juga tidak maksimal. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan kerugian ini agar gagal panen tidak terulang kembali.



Pemerintah Hindia Belanda mengantisipasi hal itu dengan perluasan fasilitas irigasi di area-area perkebunan dan pembangunan infrastruktur modern jalan, rel kereta api, dan pelabuhan, yang diperlukan untuk mengangkut dengan efektif sehingga volume produk ekspor dapat meningkat cepat.


Pemerintah Hindia Belanda melakukan  pembangunan perluasan fasilitas irigasi dan pembangunan insfraskruktur modern salah satunya melalui uang hasil panen, pembayaran pajak masyarakat serta tenaga kerja rakyat secara paksa. Pembangunan fasilitas irigasi mencapai kesempurnaan jika terdapat  pembangunan waduk-waduk setiap daerah. 


Melalui kesepakatan kerja pemerintah Hindia Belanda tahun 1906 diadakan perencanaan proyek pembuatan prasarana irigasi pertanian, khususnya pembangunan waduk pada setiap daerah yang menjadi lumbung pertanian  pemerintah kolonial Hindia Belanda. Maka dari itu terdapat banyak waduk-waduk yang dibangun pada  pemerintah kolonial Hindia Belanda.


Pembangunan Waduk Pacal didasarkan pada  potensi yang dimiliki daerah Kabupaten Bojonegoro dengan mengandalkan pertanian sebagai sektor mata  pencaharian. Pembangunan Waduk Pacal dilakukan pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang selesai  pengerjaannya pada tahun 1933. Timbulnya ide pembuatan Waduk Pacal didasarkan akan pentingnya kebutuhan air untuk  pertanian, serta pembuatan waduk-waduk kecil di daerah Bojonegoro dirasa belum mencukupi jumlah ketersediaan air yang dibutuhkan. 


Kondisi tersebut di dukung oleh  peningkatan pendapatan pada sektor pertanian setiap tahunnya. Selain itu terjadi musim kemarau panjang tahun 1905-1906 yang menimbulkan kerugian yang cukup besar.

Kondisi musim yang kurang stabil ini membuat rencana pembangunan Waduk Pacal semakin kuat. Pemerintah Hindia Belanda membangun Waduk Pacal di Desa Kedung Sumber Kecamatan Temayang karena dilihat dari kondisi geografis Kecamatan Temayang berada di daerah yang lebih tinggi dari pada daerah lainnya.

Hamparan hutan jati di Kecamatan Temayang juga dapat dimanfaatkan sebagai media penyimpan air di Waduk Pacal. Desa Kedung Sumber terdapat sungai yang dinamakan sungai Pacal yang sudah terbentuk alami diantara bukit-bukit yang ada di Kecamatan Temayang. Pembangunan waduk di Desa Kedung Sumber diharapkan tidak membutuhkan banyak biaya dan waktu serta tidak banyak tenaga kerja yang dikerahkan. 


Pembangunan waduk hanya melakukan pembendungan  pada titik-titik tertentu sesuai dengan desain rencana  pembuatan Waduk Pacal. Pembangunan dilanjutkan pada  pengerjaan bendungan pada titik Sungai Pacal. Anak Sungai Pacal dijadikan sebagai pintu keluar air pada Waduk Pacal. 


Selain itu pembangunan Waduk Pacal dilaksanakan karena lebih efektif dari pada proyek  pembangunan Lembah Sungai Bengawan Solo. Proyek  pembangunan Lembah Sungai Bengawan Solo adalah  pembangunan bendungan-bendungan pada aliran sungai Bengawan Solo. Proyek itu kurang efektif karena  pembuatan bendungan akan memerlukan banyak biaya serta jika ingin memperoleh air harus menggunakan  pompa, mengingat air berada di bawah pertanian. Harga  pompa air yang mahal membuat hanya sebagian orang yang mampu membelinya. 


Pembangunan Waduk Pacal dilatarbelakangi oleh musim kemarau yang panjang. Pada tahun 1893-1903 wilayah Bojonegoro secara luas tanpa ada irigasi  pertanian. Para petani terpaksa hidup dalam keadaan memprihatinkan disebabkan oleh gagal panen tanaman yang mereka tanam. Kondisi gagal panen disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak mendukung dan terdapatnya penyakit tanaman padi yaitu hama wereng.


Pada tanggal 8 Oktober 1902 pemerintah mengeluarkan surat perintah nomor 36, maka sejumlah 12 ribu gulden diberikan untuk pengerukan semua waduk yang disebutkan diatas dengan pengecualian Waduk Pandjang.


Upaya yang telah dilakukan pemerintah Hindia Belanda serta masyarakat untuk memperbaiki waduk-waduk kecil yang ada dirasa belum mencukupi kebutuhan air pertanian daerah Bojonegoro. Kondisi tersebut menyebabkan gagal panen secara terus menerus dari tahun 1902-1923. Pada tahun 1923 rakyat terus menerus mengalami gagal panen dan kondisi kelaparan, misalnya  pada tahun 1923 ketika terjadi musim hujan  berkepanjangan yang diikuti dengan musim kering yang  panjang mengakibatkan kegagalan panen 41.694 bau lahan padi. 

Residen Rembang Hildering tahun 1923 mengusulkan bahwa hal-hal seperti kekeringan yang  berkepanjangan dapat membaik jika skema Lembah Solo diselesaikan atau jika ini secara finansial tidak mungkin maka sejumlah tambahan waduk harus dibangun di Sungai Patjal (Pacal), Kerdjo, Tjawak, Tidoe, Korgan, dan Kedongtawang.


Keluhan Residen Rembang mengenai keadaan  buruk yang berkelanjutan dari penduduk Bojonegoro tampaknya mendapat perhatian menteri negara-negara  jajahan. Welter salah satu menteri jajahan Hindia Belanda dalam sebuah kiriman kilat ke Gubernur Jenderal Fock tertanggal 17 November 1925 yang isinya sebagian besar bahwa penanaman padi penting karena tanaman tersebut tergantung sepenuhnya pada keadaan cuaca.


Panen yang buruk berarti penurunan ekonomi dan berpengaruh pada pendapatan. Jendral Fock  berpendapat bahwa senang jika draf anggaran untuk tahun 1926 mencakup sebuah rencana umum untuk  pengembangan ekonomi wilayah Bojonegoro. Pendapat dari pihak kementerian adalah sebuah pukulan tajam kepada birokrasi kolonial yang dinilai lamban bekerja. Pada tanggal 30 Agustus 1927  pemerintah kolonial menyetujui pembangunan Waduk Pacal dengan perkiraan total biaya 1,2 juta gulden dimana 37.000 gulden oleh pemerintah disediakan dalam bentuk material bangunan, seperti misalnya kayu, batu serta  besi-besi. 1.163.000 gulden diperoleh dari pengutan pajak  penduduk pribumi. 


Pembangunan tidak hanya pada Waduk Pacal saja melainkan waduk-waduk lain yang terdapat di Pulau Jawa yang diusulkan oleh pendapat  pihak kementerian Hindia Belanda. Kritik dan saran dari kementrian ini pada akhirnya memiliki momentum serta hasil yang bijak dan memperoleh hasil. Tenaga kerja pembangunan waduk dilakukan oleh para pekerja paksa pribumi yang dinamakan kerja rodi Kebanyakan para pekerja adalah masyarakat Bojonegoro serta terdapat pekerja dari wilayah sekitar Bojonegoro yaitu Blora, Tuban dan Babat. 


Struktur panitia pembangunan Waduk Pacal di  bentuk sesuai perubahan struktur pemerintahan karesidenan yang ada. Sebelumnya Bojonegoro dibawah Karesidenan Rembang, kemudian telah berdiri sendiri sebagai karesidenan. Dengan status baru ini Kabupaten Bojonegoro memiliki beberapa struktur jabatan baru yang sebelumnya tidak ada. Struktur pemerintahan beserta nama-nama pejabatnya sebagian besar masuk dalam  panitia pembangunan Waduk Pacal. Pembentukan struktur panitia di mulai pada tahun 1927 ketika Residen Bojonegoro C. E. Croes mulai menjabat. 


Melalui Verslag Over de Burgerlijke Openbare Werken Over Het Jaar 1927 sebuah laporan Gubernur Jawa Timur W.Ch. Handerman menunjuk Residen Bojonegoro untuk mengawasi pembangunan Waduk Pacal. Penunjukan Residen C. E. Croes ini merupakan  pemberian wewenang penuh untuk membentuk struktur  panitia pembangunan sesuai apa yang di harapkan. 


Bahwa Gubernur Jenderal Fock memerintah langsung kepada Residen Bojonegoro C. E. Croes melaksanakan pembangunan waduk. Pelaksanaan  pembangunan Waduk Pacal di awasi oleh Gubernur Jawa Timur W. Ch. Handerman. Di bawah Residen Bojonegoro C. E. Croes terdapat Bupati Bojonegoro Raden Tumenggung Ario Koesoemoadinegoro yang  bertugas mengumpulkan rakyat untuk di jadikan tenaga kerja untuk pembangunan waduk. Raden Tumenggung Ario Koesoemoadinegoro dibantu oleh sekretaris dan  patihnya. Sekretaris Sabardiman dan Sosrokoesoemo serta Patih Mas Kartohadiprojo berkoordinasi dengan wedana-wedana yang ada di Bojonegoro untuk mengumpulkan dana serta mencari para pekerja kasar dalam pembangunan waduk.



Kondisi Waduk Pacal

Pembangunan Waduk Pacal selesai  pembangunannya pada tahun 1933. Setelah selesai  pembangunan Waduk Pacal langsung dimanfaatkan untuk menampung air untuk kegiatan pertanian. Waduk Pacal memiliki wilayah yang cukup luas yaitu sebesar 3.878 Ha. Bahwa luas Waduk Pacal kira-kira sama seperti 1,5 luas Desa Kedung Sumber Kecamatan Temayang. Rata-rata kedalaman air Waduk Pacal mencapai 25 M.



 Hamparan hutan jati disekitar Waduk pacal digunakan media untuk menyimpan air. Selain merupakan waduk tadah hujan, Waduk Pacal juga memiliki sumber-sumber air mengingat kawasan Waduk Pacal terdapat di daerah pegunungan. Diantaranya adalah Gunung Pandan dan Gunung Gajah yang terletak di sebelah selatan Waduk Pacal. Gunung Pandan dan Gunung Gajah itulah asal sumber air Waduk Pacal.  Namun, sumber air tersebut dapat mengalir ke Waduk Pacal pada musim penghujan serta pancaroba. Saat musim kemarau panjang sumber-sumber air tersebut mengering begitu saja. 


Di lihat dari daya tampung air yang cukup luas,  pada tahun 1939 Waduk Pacal dapat menampung air rata-rata pada musim penghujan sekitar ± 36,5 juta M³.  Namun, pada saat musim pancaroba dengan kondisi hujan yang tidak menentu daya tampung air Waduk Pacal rata-rata sekitar ± 35 juta M³. Begitu pula pada musim kemarau panjang kondisi air Waduk Pacal sangat kering, sehingga tidak dapat mengalirkan air ke lahan pertanian. Pada tahun 1940 debit air Waduk pacal dalam  pencatatan pintu keluar air waduk pada bulan Desember, Januari, Februari, Maret mencapai 5.149.000 M³. 


Bahwa  pada bulan tersebut adalah musim penghujan pada daerah Bojonegoro.

Musim penghujan ini para petanimemanfaatkan lahan pertaniannya untuk menanam padi. 

Tanaman padi memerlukan banyak air, sehingga aliran air Waduk Pacal pada bulan itu sangat dibutuhkan. Pada  bulan April, Mei, Juni mencapai 4.128.090 M³. Pada  bulan ini adalah musim pancaroba, terjadi penurunan suplai air Waduk Pacal pada pertanian. 


Hal tersebut disebabkan para petani banyak yang menanam padi dan ada juga yang menanam palawija. Tanaman palawija cenderung kurang membutuhkan banyak air, sehingga  pada bulan itu terjadi penurunan suplai air Waduk Pacal. Disamping itu pada bulan tersebut terjadi penurunan suplai air hujan di Waduk pacal. Pada bulan Juli, Agustus, September, Oktober,  Nopember debit keluarnya air Waduk Pacal mencapai 3.761.619 M³. 


Bahwa pada bulan tersebut merupakan musim kemarau pada daerah Bojonegoro. Musim ini para  petani banyak yang memanfaatkan lahan pertanian untuk menanam tembakau. Musim kemarau pada tahun itu terjadi selama 5 bulan, terjadi penurunan suplai air Waduk Pacal disebabkan petani menanam tembakau. Tanaman tembakau cenderung tidak membutuhkan  banyak air, sehingga terjadi penurunan permintaan air di Waduk Pacal. 



Jangkauan aliran air Waduk Pacal pada dasarnya mencapai kurang dari separuh luas seluruh Kabupaten Bojonegoro. Aliran air Waduk Pacal berada di Bojonegoro sebagian daerah selatan, sebagian daerah utara serta seluruh daerah Bojonegoro bagian tengah dan timur. Pada daerah aliran air Waduk Pacal terjadi pada Kecamatan Temayang, Dander, Bojonegoro, Sugihwaras, Kapas, Balen, Sumberrejo, Kedungadem, Kepohbaru, Kanor dan Baureno. Terdapat 11 kecamatan yang di aliri oleh air Waduk Pacal. 


Sedangkan kecamatan yang tidak di aliri Waduk Pacal adalah Kecamatan Ngraho, Margomulyo, Tambakrejo, Ngambon, Bubulan, Trucuk,  Ngasem, Kalitidu, Malo, Purwosari, Padangan dan kasiman. Terdapat 12 kecamatan yang tidak di aliri oleh air Waduk Pacal. Bahwa kecamatan yang tidak di aliri air Waduk Pacal disebabkan kecamatan tersebut memiliki letak geografis yang lebih tinggi. Pada daerah Bojonegoro  bagian barat tidak di aliri air Waduk Pacal karena daerah Bojonegoro bagian barat sudah terdapat banyak sumber-sumber air. Misalnya, Kecamatan Bubulan, Ngasem,  Ngambon, Tambakrejo dan Kalitidu. 


Pada dasarnya Waduk Pacal menyumbang  peranan sebesar 35 % pada pertanian di daerah Bojonegoro. Keadaan ini dapat di lihat dari aliran air Waduk Pacal dapat mengairi pertanian Kabupaten Bojonegoro dengan luas 35 % dari keseluruhan wilayah Kabupaten Bojonegoro. Melalui dasar tersebut maka dapat disimpulkan sekitar jumlah rata-rata panen seluruh Kabupaten Bojonegoro dikurangi 35 %.


Waduk Pacal Masa Pemerintahan Hindia Belanda tahun 1933-1941




Pemerintah Hindia Belanda memperhitungkan sistem aliran air Waduk Pacal dengan matang. Kondisi tersebut dilihat aliran air Waduk Pacal utama dialirkan ke arah timur dengan setiap kawasan pertanian dibangun  bendungan besar dengan memanfaatkan aliran sungai yang sudah terbentuk. Bendungan Klepek sebagai bendungan pembagi aliran air Waduk Pacal.


Bendungan Klepek dibagi menjadi 3 aliran yaitu Pacal Kanan, Pacal Kiri dan limpasan. Pada aliran Pacal kiri aliran utama akan menuju kearah utara yang langsung menuju ke Sungai Bengawan Solo sesuai dengan jalur Sungai Pacal. Pada aliran Pacal kanan Bendung Klepek jalur utama akan menuju kearah timur yaitu Bendung Mayang Kawis yang terdapat di Desa Mayang Kawis Kecamatan Balen. Bendung Mayang Kawis membagi dua aliran yaitu ke arah utara menuju Sungai Bengawan Solo dan satunya kearah timur menuju Bendung Mekuris, Bendung Kerjo, Pada dasarnya Waduk Pacal mengairi kurang dari separuh wilayah pertanian Bojonegoro.


Pada Bojonegoro  bagian barat tidak dilalui aliran air Waduk Pacal disebabkan karena wilayah barat daya Bojonegoro memiliki kondisi geografis yang lebih tinggi dan juga terdapat sumber-sumber air yang akan langsung dialirkan kearah utara. Kondisi tersebut juga di dukung pada ketersediaan air daerah tersebut yang tercukupi. Pada tahun 1937 saluran irigasi Kanor sampai Baureno diperbaiki melalui kanalisasi sungai Ingas. Selanjutnya pembangunan tahap XIX yang mencakup  bagian utara distrik Baureno diresmikan pada tahun 1939. Waduk Pacal juga mengirimkan air ke waduk-waduk kecil di Bojonegoro, misalnya ke bagian selatan distrik Baureno sumber utama irigasi untuk Waduk Pasinan di Kecamatan Baureno.




Waduk Pacal Masa Penjajahan Jepang

Tanggal 1 Maret 1942 pasukan Jepang mendarat di beberapa tempat di Jawa yakni Banten, kota Indramayu, Kragan antara Rembang dan Tuban. Selanjutnya daerah-daerah lain secara berangsur-angsur dimasuki oleh pasukan-pasukan Jepang. Pasukan darat Jepang dengan cepat berhasil memasuki wilayah daerah Bojonegoro di Padangan pada tanggal 5 Maret 1942.


Sementara fungsi Waduk Pacal semula masa kolonial Hindia Belanda yang berguna sangat baik demi menunjang pertanian, namun saat kedatangan Jepang fungsi waduk kurang memiliki peran yang sangat berarti. Pada awal pendudukan di Indonesia Jepang masih memfokuskan pada upaya pembentukan pasukan guna menghadapi kesiapan perang Asia Timur Raya. 


Waduk Pacal Masa upaya mempertahankan kemerdekaan tahun 1945-1949 Pada Tanggal 15 Nopember 1949 terjadi  penyerahan kembali Bojonegoro oleh pejabat  pemerintahan Kabupaten Bojonegoro antara lain Bupati Raden Tumenggung Soekardi didampingi Residen Bojonegoro serta wakil dari sub Teritorium Militer Divisi I. Penyerahan kembali Bojonegoro terjadi di tempat  bekas gedung Kempetai tentara Jepang yang ada di Bojonegoro.


Isi dari penyerahan kembali Bojonegoro yakni  berupa penyerahan kekuasaan dan tanggung jawab militer dan pemerintahan Bojonegoro kepada Daerah Bojonegoro yang serah terima diwakili oleh Letnan Kolonel Soedirman selaku Komandan Brigade I Devisi I TNI dan MR. Tandiono Manoe selaku Residen Bojonegoro. 


Penjelasan isi pokok penyerahan juga memuat mengenai : 1. Pos dari tentara Belanda yang ada di Dander diserahkan kepada TNI, Pos-pos yang ditinggalkan oleh tentara Belanda diserahkan dalam keadaan baik dan bebas dari gangguan Belanda. 2. Pesawat telefoon linj militer diserahkan dalam keadaan baik. 3. Semua aset peninggalan Belanda diserahkan kepada Pemerintah Daerah Bojonegoro dalam keadaan baik dan tanpa adanya gangguan dari  pihak Belanda. Aset peninggalan tersebut adalah Waduk Pacal, Gudang-gudang penyimpanan tembakau Bojonegoro dan Tambang Minyak di Kasiman dan Malo. Tanggal 18 Desember 1949, Kabupaten Bojonegoro mulai melakukan pembangunan sesuai situasi dan kondisi Kabupaten Bojonegoro. 


Masa Demokrasi Liberal tahun 1950-1959

Bidang pertanian pada tahun 1950 di Kabupaten Bojonegoro menerapkan kebijakan pada produktivitas  pertanian, mengingat wilayah Kabupaten Bojonegoro sebagai daerah pertanian. Kehidupan penduduk tidak lepas dari agrarischatau usaha pertanian. Pemerintah daerah Kabupaten Bojonegoro  berupaya untuk membuat suatu bendungan untuk kepantingan pengairan lahan pertanian di setiap daerah, sehingga air kiriman Waduk Pacal bisa dibendung dan dapat langsung dipompa ke sawah para petani. Bendungan dibuat dengan permanen dari bahan-bahan yang baik menurut teknik.


Pembuatan bendungan dilakukan dengan kerjasama dan petunjuk dari Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro. Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro dalam tahun 1950, 1951, 1952 memberikan tunjangan sebesar 10 % sampai 20 % dari APBD Bojonegoro ke desa-desa yang bersedia membuat bendungan. Jika terjadi kekurangan biaya pembangunan bendungan, rakyat setempat akan menyumbang kekurangan dana dan di kerjakan secara gotong-royong. Bendungan-bendungan ini menjadi obyek Rangkaian Kerja Indonesia dari Dinas Pertanian Rakyat.


Waduk Pacal Masa Demokrasi Terpimpin tahun 1959-1966

Pada tahun 1962 terjadi rehabilitasi parit-parit irigasi yang telah mengalami kerusakan. Kerusakan ini disebabkan oleh lamanya perawatan yang dilakukan  pemerintah daerah kabupaten Bojonegoro. Perbaikan ini dilakukan untuk menjaga kelancaran irigasi aliran air Waduk Pacal. Dinas Pertanian Kabupaten Bojonegoro mendidik petani penggarap sawah agar mereka dapat mengolah tanah lebih sempurna. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro mendirikan organisasi tani yang dinamakan Kerukunan Tani. Dibentuknya organisasi ini diharapkan  para petani selalu bertukar pikiran memecahkan masalah  pertanian di Kabupaten Bojonegoro.


Pemerintah berusaha agar hasil kwantitas diutamakan, setelah pengutamaan kwantitas tercapai target persediaan makanan pokok selanjutnya melangkah kepada pemenuhan kualitas. Pada tahun 1960 sampai 1965 kawasan hutan “Watu Jago” Kecamatan Margomulyo, Gondang dan Desa Kedung Sumber Kecamatan Temayang mengalami kerusakan yang cukup parah. Hutan sekitar Waduk Pacal rusak karena adanya penebangan liar. Penebangan liar dilakukan oleh oknum-oknum gerakan G 30 S/PKI yang mencuri kayu. Para oknum gerakan G 30 S/PKI melakukan penebangan liar dengan tujuan merusak citra dan kewibawaan Pemerintah Republik Indonesia.


Waduk Pacal Masa Orde Baru tahun 1966-1998

 Pada tahun 1978-1983 pembangunan di sektor  pertanian pada Kabupaten Bojonegoro selalu diperhatikan yaitu faktor keterbatasan air dimusim kemarau sedangkan musim penghujan daerah aliran  bengawan solo kebanjiran


Sumber air untuk pengairan sawah tergantung pada Waduk Pacal yang airnya semata-mata berasal dari air hujan sehingga kondisi bersifat labil sekali. Perluasan areal tanaman padi tahun 1978 mencapai 50.018 Ha, pada tahun 1982 menjadi 73.769 Ha. Perluasan areal polowijo seperti jagung, ketela, sorghum dan umbi-umbian tahun 1978 mencapai 29.110 Ha, pada tahun 1982 menjadi 58.640 Ha.


Masa Reformasi tahun 1998-2000


Pada tahun 1999 permintaan kiriman air Waduk Pacal rata-rata 487.294 m³ setiap bulan. Permintaan air terjadi rata-rata sekitar 200.000 m³ dalam sekali dibukanya pintu air waduk. Namun, yang dapat diterima  biasanya 170.000 m³ untuk sekali dibukanya pintu air waduk. Karena dari setiap tahunnya Waduk Pacal mengalami penurunan jumlah daya tampung air. Hal tersebut disebabkan Waduk Pacal mengalami  pendangkalan di setiap tahunnya. 


Petugas dinas  pengairan Waduk Pacal setiap bulan harus menyerahkan laporan mengenai jumlah debit air dalam tampungan Waduk Pacal serta menyerahkan laporan air yang keluar dari Waduk pacal ke Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro. Penyerahan laporan debit air terjadi tiga kali dalam sebulan. Dalam pencatatannya terdiri dari tiga golongan yaitu dalam tanggal 1-10, 11-20, 21-30. Pencatatan dibagi menjadi tiga golongan diharapkan kontrol ketinggian air Waduk Pacal selalu diperhatikan sehingga tetap dapat memenuhi kebutuhan permintaan air.




Pada tahun 2000 permintaan kiriman air dari Waduk Pacal rata-rata 468.257 m³ setiap bulannya. Penurunan jumlah kiriman air disebabkan oleh Waduk Pacal telah mengalami pendangkalan dan penurunan daya tampung air. Pada tahun 1998 misalnya pada musim  penghujan yang terjadi bulan Nopember, Desember dan Januari, Waduk Pacal menampung keseluruhan air mencapai ± 35 juta m³ dalam bulan itu. Penurunan daya tampung air Waduk Pacal pada tahun 2000 pada saat yang sama bulan Nopember, Desember dan Januari mencapai ± 34,6 juta m³.


Untuk melihat jumlah air Waduk Pacal dilihat melalui garis ketinggian air waduk yang terletak di pintu keluar air sebelum bendungan. Selain itu terdapat peralatan untuk mengetahui jumlah curah hujan pada suatu daerah. Lokasi Waduk Pacal di  pasang peralatan itu sebanyak 2 buah. Peralatan untuk mengetahui curah hujan itu dinamakan dengan istilah takaran hujan Jumlah permintaan air Waduk Pacal harus disesuaikan dengan ketinggian permukaan air Waduk Pacal. Misalnya jika debit air Waduk Pacal sedikit, maka realisapermintaan kiriman air Waduk Pacal akan sedikit pula.

Refrensi Berbagai Sumber 
(Rouf/KIMTP)






About Indonesian Blogger Lovers

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Post a Comment


Top